Total Pageviews

Thursday, December 18, 2014

Mengendalikan Proses Fermentasi Pada Pengolahan Roti

Elvira Syamsir

Roti adalah makanan yang dibuat dengan mencampurkan tepung terigu, air dan bahan penyusun lainnya menjadi adonan yang kemudian difermentasi dengan ragi roti dan dipanggang. Proses fermentasi dan pemanggangan (baking) mengubah adonan menjadi bentuk roti yang kita kenal sekarang: tekstur yang lembut dengan struktur bagian dalam berbentuk porous seperti busa.

Untuk menghasilkan roti dengan teksturnya yang khas tersebut, ada beberapa persyaratan dasar yang harus terpenuhi, yaitu: pembentukan jaringan gluten dan pemerangkapan gelembung-gelembung udara di dalamnya saat proses pengulenan; pembentukan gas CO2 selama fermentasi adonan dan penyerapan gas CO2 tersebut ke dalam jaringan gluten oleh gelembung udara yang menyebabkan struktur adonan mengembang seperti busa; perubahan konsistensi gluten menjadi film elastis yang dapat mempertahankan keberadaan CO2 tetap didalam adonan, membentuk pori dan memungkinkan terjadinya pengembangan adonan; dan selanjutnya, terjadi stabilisasi struktur pada saat proses pemanggangan (baking) karena proses koagulasi gluten dan gelatinisasi pati membentuk crumb dan tekstur yang lembut.

Fermentasi merupakan tahapan penting di dalam pembuatan roti, untuk menghasilkan gas CO2 yang berperan besar dalam pengembangan adonan dan pembentukan karakteristik tekstur akhir roti. Proses ini dilakukan dengan bantuan sejenis mikroba yaitu kamir Saccharomyces cereviceae atau yang populer dengan nama ragi roti atau baker’s yeast. S. cereviceae ini sangat mudah ditumbuhkan, membutuhkan nutrisi yang sederhana, laju pertumbuhan yang cepat, sangat stabil dan aman digunakan (food-grade organism).

Selain ragi, tepung terigu, cairan (air), garam dan gula merupakan bahan utama lainnya yang digunakan dalam pembuatan roti. Karena ragi bersama bahan-bahan utama ini terlibat dalam proses biologis kompleks yang terjadi selama fermentasi, maka mereka perlu dikendalikan sedemikian rupa agar adonan yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan.

Ragi

Aktifitas ragi sangat menentukan keberhasilan proses fermentasi roti. Agar ragi dapat bekerja secara optimal, maka perlu diperhatikan jumlah ragi yang digunakan, kondisi suhu proses fermentasi dan pH dari adonan. Pada tahap awal fermentasi, biasanya jumlah ragi akan sedikit menurun dan kemudian meningkat kembali ketika nutrisi untuk pertumbuhannya telah tersedia (gula sederhana yang dihasilkan dari hidrolisis pati oleh enzim α-amilase). Penggunaan ragi dalam jumlah besar akan menyebabkan pembentukan gas dan pengembangan volume adonan terjadi secara cepat. Hal ini dapat menyulitkan dalam pengaturan waktu fermentasi dan penyiapan adonan sehingga diperlukan penjadwalan yang ketat saat penyiapan adonan. Suhu fermentasi juga perlu menjadi perhatian, usahakan pada kisaran optimum pertumbuhannya. Pada suhu rendah, pembentukan gas akan terhambat. Sebaliknya, pada suhu yang terlalu tinggi fermentasi berjalan terlalu cepat sehingga gas yang dihasilkan terlalu banyak, volume adonan terlalu besar dan aroma menjadi lebih asam. Pada kisaran suhu 20 – 40°C, peningkatan suhu adonan 1°C akan meningkatkan laju fermentasi sampai 12%. Penting diperhatikan, ragi akan mati apabila suhu adonan melebihi 55°C. Kondisi pH (tingkat keasaman) adonan juga penting untuk dikendalikan karena fermentasi ragi terjadi secara optimal pada kisaran pH 4 – 6. Untuk roti, pH adonan diakhir fermentasi adalah sekitar 5.2.

Tepung Terigu

Roti tawar dibuat dengan menggunakan terigu keras, yaitu tepung terigu dengan kadar gluten yang tinggi. Kecukupan pengembangan gluten dan perubahan konsistensinya menjadi viskoelastis, dibutuhkan untuk memerangkap gas CO2 yang dihasilkan selama proses fermentasi. beberapa tepung tidak cocok digunakan untuk membuat roti karena tidak memiliki potensi gluten. Sebagian pati yang ada didalam terigu, dikonversi oleh aktivitas enzim α-amilase menjadi gula-gula sederhana. Gula-gula sederhana ini berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi ragi untuk tumbuh dan beraktivitas.

Cairan (liquid)

Cairan diperlukan untuk menghidrasi sel-sel ragi maupun protein dan pati yang ada di dalam terigu. Susu atau air, dihangatkan sampai suhunya sekitar 41-46C. Suhu ini merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan ragi. Suhu yang lebih tinggi atau lebih rendah tidak efektif untuk pertumbuhan ragi dan mungkin berpotensi untuk merusak ragi tersebut.

Garam

Garam ditambahkan untuk membentuk flavor dan mengontrol perkembangan gluten, agar diperoleh gluten dengan peregangan yang cukup (tidak berlebihan). Jika garam dihilangkan dari formulasi, maka peregangan gluten akan terjadi secara berlebihan sehingga struktur menjadi mudah rusak selama berlangsungnya proses fermentasi.

Gula

Penambahan sedikit gula bersama-sama dengan ragi, akan mendorong pertumbuhan ragi. Gula juga berfungsi untuk pembentukan warna kulit roti (crust) melalui reaksi Maillard, dan mengempukan adonan jika ditambahkan dalam jumlah besar. Yang perlu diingat, penambahan gula dalam jumlah yang tinggi akan menghambat perkembangan ragi. oleh karena itu, jika menggunakan gula yang tinggi, kurangi garam atau tambahkan ragi yang digunakan.

(Tulisan asli dalam KI 12 Vol 6 2014)