Total Pageviews

Wednesday, January 19, 2011

Mengenal Blansir

Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli didalam Kulinologi Indonesia 1/2011)

Bahan pangan nabati seperti buah dan sayur seringkali disimpan dalam bentuk produk beku, kering atau bentuk kalengan. Bentuk olahan ini akan memperpanjang umur simpan bahan disamping juga akan mempermudah dan mempersingkat waktu pengolahan bahan tersebut menjadi produk akhir.

Untuk memperoleh produk nabati beku, kering atau kalengan dengan mutu sensorik yang tetap bisa dipertahankan selama proses pembekuan, pengeringan dan pengalengan maupun selama proses penyimpanannya, dibutuhkan suatu proses pemanasan awal yang dikenal dengan istilah blansir.

Blansir juga dilakukan di industri jasa boga. Seperti di industri pangan olahan, blansir disini juga bertujuan untuk mempertahankan mutu sensorik dan nutrisi dari buah dan sayur.  

BLANSIR DAN TUJUANNYA

Blansir merupakan perlakuan pemanasan awal yang biasanya dilakukan pada bahan nabati segar sebelum proses pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Walaupun secara umum proses blansir bertujuan untuk memperbaiki mutu produk, tujuan khusus dari proses blansir bervariasi dan tergantung pada proses pengolahan yang akan dilakukan.

Pada proses pembekuan dan pengeringan, blansir dilakukan untuk menghentikan aktivitas enzim-enzim yang merusak mutu produk olahan yang dihasilkan. Sebagai contoh, enzim polifenol oksidase mengoksidasi komponen fenolik dan menyebabkan pembentukan pigmen coklat dipermukaan buah dan sayur. Pencoklatan ini tidak hanya merusak warna, tetapi juga menyebabkan terjadinya penyimpangan flavor dan penurunan mutu nutrisi buah dan sayur. Produk beku atau kering yang dibuat tanpa melalui proses blansir akan mengalami penurunan mutu sensorik (warna, flavor, tekstur) dan nilai nutrisi yang relatif cepat selama penyimpanan. Inaktifasi enzim ini pada saat blansir dapat mempertahankan warna, flavor dan kandungan nutrisi lebih lama.

Blansir yang dilakukan pada proses pengalengan, ditujukan untuk mengeluarkan udara dari dalam jaringan bahan dan meningkatkan suhu bahan (pemanasan awal). Pengeluaran udara dari jaringan dan pemanasan awal sebelum pengisian kedalam kaleng menjadi tujuan utama karena sangat berpengaruh pada penurunan kadar oksigen (pembentukan kondisi vakum) di dalam wadah. Keberadaan oksigen dalam produk kaleng tidak dikehendaki karena akan mempercepat proses kerusakan dan memperpendek umur simpan produk. Selain itu, blansir pada proses pengalengan juga bertujuan untuk melunakkan jaringan bahan sehingga mempermudah proses pengemasan (pengisian).

Pada proses pengalengan, inaktivasi enzim tidaklah menjadi tujuan utama. Pada beberapa kasus pengalengan, blansir ditujukan justru untuk mengaktivasi kerja enzim. Dalam kasus ini, aplikasi panas selama pengalengan menyebabkan lapisan epidermis bahan menjadi rusak dan tekstur berubah menjadi lembek. Blansir yang dilakukan pada suhu rendah dan waktu yang panjang dapat mencegah terjadinya pelunakan tekstur karena meningkatkan aktivitas enzim pektin metil esterase, enzim yang mengubah karakteristik biokimiawi dinding sel dan lamella tengah dari jaringan nabati menjadi lebih mudah membentuk kompleks dengan kalsium yang mencegah pelunakan tekstur.

Di industri jasa boga, buah dan sayur segar yang telah mengalami perlakuan perlukaan (misalnya dikupas, diiris atau dirajang) kadang-kadang tidak langsung diolah (dimasak) karena berbagai faktor. Seperti telah dijelaskan diatas, bahan yang mengalami perlukaan ketika kontak dengan udara akan mengalami kerusakan warna, flavor dan tekstur karena aktivitas enzim. Proses blansir dilakukan untuk inaktivasi enzim dan mencegah terjadinya kerusakan tersebut. Blansir juga bisa dilakukan untuk mempermudah proses pengupasan. Panas karena blansir akan melunakkan kulit bahan sehingga mempermudah proses pelepasan kulit bahan.

Proses blansir juga membantu membersihkan bahan dan mengurangi jumlah mikroba awal, terutama yang ada di permukaan bahan. Pada sayuran daun, proses blansir dapat mereduksi jumlah bakteri mesofilik lebih dari 103 koloni/gram, tanpa menambahkan perlakuan kimiawi. Untuk alasan ini, maka proses blansir terkadang juga digunakan sebagai alternatif pengawetan untuk produk buah dan sayur diolah minimal (contohnya salad buah dan sayur; dan fresh cut product) yang dikemas dalam kemasan vakum dengan lama penyimpanan lebih dari 10 hari dan kondisi suhu ruang penyimpanan tidak stabil di suhu dingin (kurang dari 4oC).

METODE BLANSIR

Proses blansir yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan air panas (70 – 100oC) atau dengan steam (uap panas). Saat ini juga mulai berkembang proses blansir yang dilakukan dengan menggunakan microwave.

Blansir untuk sayuran biasanya dilakukan dengan menggunakan air panas atau steam sementara blansir buah dilakukan dengan menggunakan larutan kalsium. Penggunaan larutan kalsium, bertujuan untuk mempertahankan tekstur buah melalui pembentukan kalsium pektat. Pengental seperti pektin, karboksimetil selulose dan alginat juga dapat digunakan untuk membantu mempertahankan tekstur buah agar tetap tegar setelah proses blansir.

Proses pendinginan setelah blansir dilakukan untuk menghentikan proses pemasakan, mencegah pelunakan jaringan yang berlebihan sekaligus juga berfungsi sebagai proses pencucian setelah blansir. Pendinginan dilakukan segera setelah blansir. Bahan dicemplungkan ke dalam air es selama beberapa waktu, biasanya sama dengan lamanya waktu yang digunakan untuk blansir. Waktu pendinginan juga tidak boleh terlalu lama, karena akan menyebabkan meningkatnya kehilangan komponen larut air karena lisis kedalam air pendingin. Untuk meminimalkan kehilangan komponen larut air karena lisis kedalam air pendingin, maka proses pendinginan juga dapat dilakukan dengan menggunakan udara dingin sebagai media pendinginan. Tentu saja, biaya yang dibutuhkan untuk investasi peralatan pendinginan cepat (quick cooling) akan jauh lebih besar dibandingkan dengan teknik pendinginan yang menggunakan air dingin sebagai media pendingin.

LAMA WAKTU BLANSIR

Berapa lama proses blansir yang dibutuhkan untuk inaktivasi enzim, sangat tergantung pada jenis bahan yang diblansir, metode blansir yang digunakan, ukuran bahan dan suhu media pemanas yang digunakan. Pada Tabel 1 dapat dilihat lama waktu blansir dari beberapa bahan pada suhu 100 drjt C. Proses dapat dilakukan pada suhu diatas atau dibawah 100 drjt C.









Waktu blansir yang direkomendasikan atau yang optimal penting untuk dipatuhi. Proses blansir yang berlebihan akan menyebabkan produk menjadi masak dan kehilangan flavor, warna dan komponen nutrisi karena komponen-komponen tersebut rusak atau terlarut kedalam media pemanas (pada proses blansir dengan air panas atau steam). Sebaliknya, waktu blansir yang tidak cukup akan mendorong meningkatnya aktivitas enzim perusak dan menyebabkan kerusakan mutu produk yang lebih besar dibandingkan dengan yang tidak diblansir.

Di dalam proses blansir buah dan sayuran, terdapat dua jenis enzim yang tahan panas, yaitu enzim katalase dan peroksidase. Kedua enzim ini memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya dibandingkan enzim-enzim yang lain. Baik enzim katalase maupun peroksidase tidak menyebabkan kerusakan pada buah dan sayuran. Namun karena sifat ketahanan panasnya yang tinggi, enzim katalase dan peroksidase sering digunakan sebagai enzim indikator bagi kecukupan proses blansir. Artinya, apabila tidak ada lagi aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran yang telah diblansir, maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi dengan baik.

PENGGANTI BLANSIR

Blansir dengan air panas tidak selalu diinginkan, terutama pada buah potong yang akan dimakan dalam bentuk segar dan buah beku yang akan dikonsumsi dalam bentuk segar (tanpa pemasakan) setelah proses thawing. Pada buah potong yang akan dikonsumsi dalam bentuk segar, proses blansir dapat menyebabkan perubahan karakteristik sensorik ‘khas buah segar’-nya. Sementara pada buah beku, kerusakan panas yang terjadi selama blansir pada beberapa jenis buah menyebabkan perubahan flavor dan tekstur buah (tekstur menjadi porous seperti gabus) setelah dithawing. Kondisi ini menyebabkan buah menjadi tidak layak untuk dikonsumsi segar. Untuk kasus seperti ini, maka digunakan metode alternatif lain untuk menghambat perubahan enzimatis terutama reaksi pencoklatan.

Beberapa metode yang bisa digunakan sebagai pengganti blansir pada pembuatan buah beku adalah inaktivasi enzimatis secara kimia, menghindarkan kontak dengan oksigen (misalnya dengan mengemas buah dalam larutan gula) dan perendaman dalam larutan yang mengandung anti oksidan (misalnya asam askorbat).